"Seorang Muslim, harus sama baiknya antara membaca dan menulis"
(Hasan Al-Bana)

Sabtu, 13 Maret 2010

Bulan Sepasi Yang Hilang

Ku kira ia datang dengan cahaya sempurna
ternyata hanya cahaya bulan sepasi
cahayanya tak sempurna, dimanakah separuh cahaya itu?
haruskah aku cemburu dengan bulan sepasiku ketika ia masih merindukan bintang yang lain?
aku hanya satu bintang dari ribuan bintang lainnya...
Biarkan bulan sepasiku pergi dengan bintang yang lain
yakinku akan ku temukan bulan purnama cahayanya sempurna
cahayanya yang merona yang akanselalu menemaniku dan bercahaya untukku...


By: Novianti Suradji, S.S

Senin, 01 Maret 2010

Selir Hati: Catatan Hati Wanita Singgahan (2)

Rasanya tak mungkin jika tidak ada kata “Cemburu” dalam kisah percintaan. Dengan cemburu seseorang bisa melakukan apa saja. Dalam cemburu ada rindu ada rasa ingin memiliki, begitulah cemburu. Seperti halnya Win kini mulai cemburu dengan istri Bram. Mulanya Win bersi keras agar tidak ada kata cemburu saat Bram bersama istrinya. CEMBURU! Ya Cemburu, Win mulai cemburu pada istri Bram. Win sadar betul bahwa perasaan Cemburu ini tidaklah berarti, rasa cemburunya tidak akan menawar kehadiran Bram yang selalu diinginkan Win.

“BODOH aku ini! Benarkah aku mulai mencintai Bram? Menyayanginya? cemburukah aku?" gumam Win dalam batinnya saat ia menatap tajam kaca meja rias dikamarnya.

Win masih menunggu kabar dari Bram. Menatap handphonenya yang masih tergeletak di atas meja masih juga belum terdengar dering pesan singkat atau telfon dari Bram. Tiba-tiba terdengar dering handphone Win bernada “Random” menandakan pesan singkat diterima. Terukir senyum dibibir Win saat membuka handphonenya menandakan kabar baik diterimanya dan meyakinkan pesan singkat yang diterima adalah dari Bram.

“Sayang, kutunggu kau di Caffe biasa sore ini,” begitu pesan Bram dalam pesan singkat.

Sumringah dan rasa senang diwajah Win sangat terlihat mencolok. Win mulai sibuk memilih pakaian yang cocok agar terlihat cantik saat bertemu Bram, Win pun memilih pernak-pernik yang serasi dengan warna bajunya.
Siangpun beranjak dari masanya, Win berjalan gontai menyusuri jalan dengan perasaan senang cuacapun nampak cerah sore itu. Rasa rindu yang terpendam akan segera terobati. Seperti bom yang siap meledak memburatkan percikan-percikan kebahagiaan. BATAVIA CAFFE. Win melongok kedalam, terlihat ramai disana tak pernah sepi caffe ini oleh pengunjungnya, terlihat kursi-kursi yang terisi oleh para pengunjung yang sering datang ke caffe ini. Seperti biasa Win memesan tempat duduk no 5 yang selalu dijadikan tempat untuk bertemu Bram. Letak kursi no. 5 ini terlihat memojok, disini terlihat semua tata letak ruangan di caffe ini, jika menatap lurus mata akan dimanjakan langsung dengan pemandangan tanaman buatan yang sangat indah.

“Bram sayang… aku sudah sampai di caffe, cepat datang ya…” Win mengabari Bram lewat pesan singkat.

Sambil menunggu Bram mata Win disibukan dengan pandangan ke arah sekeliling ruangan di caffe itu, terlihat aktifitas beberapa pengunjung yang berkelompok atau berdua saja bahkan bertiga. Kebanyakan pengunjung adalah pegawai kantoran di sekitar caffe ini, terlihat dengan pakaian mereka yang selalu mengenakan dasi sedangkan yang perempuan menggunakan blazer, mereka juga tak pernah lepas tangannya dari laptop, yang melepas lelah dari macam-macam aktifitas di kantor dengan ngobrol atau dengan senda gurau walaupun menu yang mereka pesan hanya minuman dan makanan ringan saja sebagai pelengkap obrolan mereka. Tak terasa setengah jam berlalu Win tersadar bahwa ia sedang menunggu Bram.

“Bram mana ya? Ko belum datang juga?” gerutunya dalam batin.
Ah… mungkin jalanan macet biar kutunggu saja,” Win menutupi rasa gelisahnya. Sesaat datang pelayan caffe menawarkan menu di caffe itu.
“Maaf, selamat sore bu silahkan ini daftar menunya," sapa pelayan caffe.
"Oia… nanti saya pesan sekalian dengan teman saya," jawab Win.

Satu jam berlalu. Bram tak kunjung datang juga, Win mulai gelisah, ia merogoh handphonenya dalam tas tak terlihat juga kabar lewat pesan singkat atau telfon dari Bram. Iapun mencoba menghubungi handphone Bram, tapi tiba-tiba handphonenya bernada tidak aktif. Win tetap menunggu Bram. Perasaannya mulai gelisah. Dua jam, tiga jam berlalu akhirnya Win merasa kesal lalu beranjak dari tempat duduknya dan memutuskan untuk PULANG!. Dengan perasaan kesal dan kecewa terhadap Bram Win terus menyusuri jalan. Langitpun mulai gelap dan tak lama kemudian tiba-tiba hujan turun terdengar petir yang menggelegar. Tiba dirumah Win langsung membanting tas selendangnya dan berlari kencang menuju kamar lalu ia menjatuhkan badan ke tempat tidurnya. Kecewa, sedih dan sakit hati yang berkecamuk dihati Win. Rasa penasaran dan khawatirpun yang dirasakan win tak terbantahkan. “Kemana Bram? Ada apa dengan Bram?”, Win mencoba menghubungi handphone Bram berulang kali namun tidak dapat dihubungi. Terdengar isak tangis Win. Meringis sebagai ungkapan kekecewaannya terhadap Bram, tak lama kemudian Win terlelap.

Pagi menyapa. Win terbangun dari tidurnya, lemas dan pusing dikepalanya itu yang dirasakan Win. Saat terbangun, matanya tertuju pada jendela kamar yang masih tertutup, matahari berusaha memburatkan cahayanya lewat sela-sela gordin yang tak penuh menutup jendela. “Sreeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet,” silau mata Win saat membuka gordin jendela kamarnya. Sejenak ia lupa dengan rasa kekecewaannya pada Bram saat terbangun dari tidurnya. Lalu Win bergeser melangkah ke meja rias tepat disamping tempat tidurnya, lalu ia memandang wajahnya sendiri yang sembab, terlihat bengkak matanya akibat menangis semalaman, saat itu juga Win teringat kembali dengan kejadian sore kemarin. Hati Win terus mepertanyakan Bram.

“Bram dimana dirimu? Bagaimana dengan hati ini selalu saja bertanya tentang kamu dan hatimu? apakah kamu masih selembut dahulu memintaku untuk menemani hari-harimu walau hanya sekedarnya saja. Kau datang dengan setangkai mawar merah, masih semerah itukah cintamu? Kini kau dimana sayang?"

Sesaat Win tersadar dari lamunannya lalu bergegas merapihkan kamar tidurnya, tiba-tiba terdengar suara dering pesan singkat dari handphonenya. Segera Win membukanya dan terlihat pesan singkat dari nomor yang tak dikenal. Dengan rasa penasaran Win membacanya.

"Win Sayang… Maafkan aku, sore itu aku tidak datang ke caffe. Kau pasti kesal, aku tahu itu. istri dan keluargaku tahu tentang hubungan kita dan kemarin aku pergi dari Jakarta, mertuaku memutasikan kerjaanku ke Jerman. Maafkan aku Win, aku harus meninggalkanmu dan lupakan tentang cinta kita… maafkan aku memilih istriku Win… Maafkan aku…"

« BRAAAAAAAAAK! Handphone Win langsung terjatuh, tak terelakkan lagi air mata Win langsung membanjiri pipinya, kekecewaan yang tak terbantahkan pada Bram. Bagaikan petir menyambar disiang bolong. Tersedu-sedu Win menangis.

"Bram kau Jahaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat!” Teriak Win sekencang-kencangnya di dalam kamar sambil menangis.

Satu jam berlalu Win menangisi kekecewaan terhadap Bram. Lalu Win beranjak dari tempat duduknya melihat foto Bram dan langsung membantingnya. Tanpa mengulur waktu Win bergegas mengumpulkan foto-foto Bram dan barang-barang yang pernah diberikan Bram dan mengumpulkannya dalam kotak kardus, lalu ia membakarnya sampai habis tak ada yang tersisa. Win ingin mengubur perasaannya terhadap Bram.
Waktupun berlalu Win masih belum bisa melupakannya. Tetapi Win mulai menyadari bahwa semua ini adalah resiko yang harus diterima Win, mencintai Bram sekaligus menerima kehilangan cinta Bram. Berbagai macam aktifitas ia lakukan untuk sedikit demi sedikit melupakan kenangannya bersama Bram.

Waktupun bergulir, satu tahun kemudian.

Guratan senyum dibibir Win dan hati yang gembira saat membuka jendela di pagi hari. Menyambut pagi yang cerah burung-burung berkicauan, beterbangan diatas dahan menebar pesona dengan riangnya menambah suasana pagi begitu indah. Mataharipun tak lagi malu-malu bertegur sapa dengan alam. Secerah hati Win, sejak pagi Win sudah berpakaian rapi siap berangkat ke kantor untuk beraktifitas. Kini hati Win siap menatap kehidupan baru. Membulatkan tekad untuk melupakan kisah lamanya sebagai “selir hati” Bram. Bram adalah pelajaran terbesar bagi Win. menganggap Bram sebagai mimpi buruk bagi Win mungkin itu lebih baik. Tak mau lagi terjebak untuk yang kedua kalinya. Melaju menyusuri labirin kehidupan baru.

Tiba di kantor, mata Win terbelalak saat pandangannya tertuju pada setangkai mawar merah di atas meja kerjanya. Dahinya mengkerut perasaan bingung dan heran bergelayut di benak Win. Win membaca kartu ucapan yang terselip diantara batang wamar merah itu.

“Semoga pagi ini secerah hatimu Win”

Win kaget sekaligus senang setelah membaca nama pengirim yang tertera dalam kartu ucapan itu adalah “Ryan” Win hanya tersenyum simpul, dan membiarkan mawar merah itu berdiri tegak dalam pot mini di samping foto yang bertengger di meja kerjanya.

***







* Setiap orang yang kita temui di dunia ini membawa pesan untuk kita. Renungkan pesan apa yang Tuhan berikan untuk kita melalui mereka.

By: Novianti Suradji, S.S