Seorang ibu tidak akan pernah rela jika buah hatinya terpisah dari belaiannya, walaupun dalam keadaan susah seorang ibu akan selalu berusaha sekuat tenaga menjaga buah hatinya dengan baik. Seperti perjalanan hidup Sayekti & Hanafi, mereka adalah sepasang suami istri hidup di kota metropolitan -kota Jakarta- yang hidupnya serba pas-pasan, tak berharta, rumah pun tak mewah hidup seadanya. Akan tetapi mereka hidup bahagia dikelilingi temen-temannya dan tetangga yang baik yang sama-sama hidup sederhana dan seadanya tak jauh berbeda keadaannya seperti keadaan Sayekti & Hanafi.
Hanafi seorang tukang becak penghasilan setiap harinya tak seberapa, hanya cukup untuk sekedar makan satu atau dua hari saja, maklum saja zaman sekarang sudah jarang orang menggunakan kendaraan becak, hampir semua penduduk Jakarta berkendaraan motor dan mobil, maka bisa dibayangkan becak sudah jarang yang menggunakannya bahkan tidak ada.
Sayekti seorang wanita berparas ayu dan berkulit hitam manis akan tetapi terlihat kumal karna ia tak pernah berhias, berpakaian sederhana dan walaupun begitu ia adalah seorang wanita pekerja keras, ia bekerja di pagi hari menjadi kurir (tukang angkut-angkut barang dagangan pasar) dari truk-truk besar sampai petang yang penghasilannya juga tak seberapa sama halnya dengan Hanafi.
Dalam keadaan sesulit apapun Sayekti & Hanafi selalu hidup bahagia dan menerima keadaan dengan lapang dada, apalagi mereka kini telah dikaruniai momongan, bayi laki-laki yang dinanti-nantikannya, sang jagoan yang diharapkannya. Sebelum kelahiran anaknya ternyata Tuhan menguji kesabaran hidup mereka. Ketika itu Sayekti sedang mengandung hampir sembilan bulan dan ia hendak pergi ke warung membeli makanan untuk suaminya, dalam perjalanan Sayekti terpeleset dan akhirnya terjatuh. Akibatnya Sayekti mengalami pendarahan. Kemudian warga yang melihat kejadian tersebut langsung membawanya ke rumah bersalin “Asuhan Bunda” di bilangan Jakarta. Alhamdulillah Sayekti melahirkan secara normal. Namun satu sampai lima hari Sayekti masih berada di rumah bersalin, sebenarnya keinginan Sayekti & Hanafi cepat pulang ke rumah dengan membawa bayinya, tapi apa boleh buat biaya persalinannya terhitung dengan jumlah yang banyak Rp. 3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah) belum bisa terlunasi, itulah sebab Sayekti dan bayinya tertahan disana.
Hingga suatu hari Sayekti diperbolehkan pulang dengan adanya surat keterangan tidak mampu dari RT setempat, tapi sayangnya bayi Sayekyti tidak boleh dibawa pulang sebagai jaminan biaya persalinan yang belum dilunasinya. Setelah mendapat keringanan dengan surat keterangan tidak mampu tersebut Sayekti berharap dia terbebas dari biaya persalinannya selama 5 hari, tapi keadaan berkata lain Sayekti tetap harus membayar biaya tersebut dengan jumlah Rp. 1.600.000,- (Satu Juta Enam Ratus Ribu Rupiah) walaupun biaya sudah diringankan tetap saja Sayekti & Hanafi tidak bisa membayar biaya persalinan tersebut secara cash. Jangankan uang sebesar itu, untuk makan setiap hari saja mereka harus bekerja keras.
Akhirnya Sayekti diperbolehkan pulang akan tetapi tanpa membawa bayinya, ia pulang dan bertekad dalam hatinya akan bekerja keras demi buah hatinya dirumah bersalin. Hari-harinya kini penuh semangat bekerja keras untuk mendapatkan uang demi buah hatinya.
Suatu hari tersebar berita bahwa anak Sayekti akan diadopsi oleh seorang artis terkenal, Sayekti&Hanafi pun terkejut, mereka bergegas ke rumah bersalin untuk menebus bayinya akan tetapi Tuhan belum berkehendak, ketika akan memasuki rumah bersalin seorang satpam melarangnya masuk dikarenakan jam masuk sudah habis, dengan rasa kecewa Sayekti&Hanafi tidak dapat melihat bayi mereka. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali mereka bergegas ke rumah bersalin, ternyata terlambat, dugaan Sayekti benar disana sudah berdiri seorang wanita cantik dan terkenal, memang dia adalah seorang artis yang akan mengadopsi bayi Sayekti, ia dikerumuni wartawan yang sedang mencari informasi tentang pengadopsian bayi tersebut. Sayekti berlari kencang menuju ruangan kepala rumah bersalin tersebut, ia bersimpuh dihadapannya sambil menitikkan air mata, Sayekti menceritakan tentang kehidupannya dengan harapan agar anaknya tidak diadopsi orang lain dan bisa dibawa pulang bersamanya dan akhirnya kepala rumah bersalin itu tersentuh hatinya oleh tangisan Sayekti lalu ia membatalkan pengadopsian bayi tersebut dan memperbolehkan Sayekti untuk membawa bayinya. Kini Sayekti&Hanafi berbahagia karena pulang ke rumah dengan membawa buah hatinya, senyum dari bibir Hanafi berbinar sambil mengayuh becak yang ditumpangi Sayekti dan bayinya.
Itulah sekelumit perjalanan hidup Sayekti&Hanafi untuk memperjuangkan buah hatinya. Pengorbanan dan perjuangan mereka tidak sia-sia begitu saja.
NB: Tulisan ini ringkasan dari Film “Sayekti Dan Hanafi” tayang pada bulan Juli 2005.
By:
Novianti, S.S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar